Minggu, 22 Mei 2016

Terminal & Container Handling Charges

Container Handling Charge (CHC) adalah biaya yang dikenakan oleh pengelola termimal peti kemas kepada pengguna jasa (biasanya adalah shipping line) sejak kapal sandar, bongkar muatan, sampai ke tempat penumpukan di container/stacking yard.

Di pelabuhan Tanjung Priok, saat ini shipping line membayar CHC untuk kondisi FCL sebesar:

- USD 83.00 per 1 x 20"
- USD 124.00 per 1 x 40"

Biaya CHC ini kemudian ditagihkan oleh shipping line kepada shipper atau pengirim atau pemilik barang dengan menambahkan surcharge sebesar:

- USD 12.00 per 1 x 20"
- USD 21.00 per 1 x 40"

Gabungan biaya CHC dan surcharge inilah yang disebut Terminal Handling Charges (THC). Pungutan biaya ini dikutip oleh perusahaan pelayaran asing.

THC juga dimaksudkan untuk menutupi biaya lain-lain yang dikeluarkan oleh perusahaan pelayaran sebagai akibat, utamanya, kelalaian/kelambatan pemilik barang atau pengelola terminal. Dengan kata lain, THC merupakan biaya biaya tambahan yang pengenaannya sepihak oleh perusahaan pelayaran. Intensi pemberlakuan THC oleh pelayaran (asing) memang diniatkan sebagai biaya/pendapatan tambahan.

Pelaksanaan pemungutan THC di Indonesia dijalankan oleh pelayaran nasional yang menjadi agen mereka di Indonesia. Walau memiliki status sebagai ‘shipping line’, pelayaran nasional itu tidak jarang bertindak hanya sebagai pemungut THC ketimbang memiliki dan mengoperasikan kapal.

Penggunaan istilah "terminal" oleh pihak pelayaran asing, meski sejatinya tidak ada kaitan dengan operator terminal, mengakibatkan sering salah sasaran komplain dari shipper karena seolah2 biaya THC dipungut oleh operator terminal.

Pihak shipping line asing mengenakan THC dengan dalih untuk menutupi biaya pengumpulan dan pengangkutan peti kemas kosong dari/ke pelabuhan muat atau dikenal dengan istilah reposition of empty containers yang dilafalkan "repo" dalam praktek pelayaran.

Menariknya, ternyata pendapatan pihak shipping line dari THC lebih besar ketimbang dari tarif angkut.

(Diolah dari tulisan Siswanto Rusdi, Direktur The National Maritime Institute/Namarin, di harian Bisnis Indonesia tanggal 22 Mei 2014)



(Pictures courtesy to www.kalmarglobal.com)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar