Minggu, 15 Mei 2016

"Piracy: Hostis Humanis Generis" (Enemy of All Human)

“Piracy” di era moderen tetap melakukan apa yang telah dilakukan oleh pembajak 300 tahun yang lalu, yaitu dengan melakukan “kidnapping” untuk mendapatkan tebusan, merampok muatannya atau kapalnya dan membunuh Anak Buah Kapal (ABK), jika dipandang perlu.

Namun pembajak era sekarang sudah lebih maju dalam hal penggunaan tehnologi seperti radar, sonar atau peralatan komunikasi lainnya yang dinilai dapat membantu aktivitas pembajak, meskipun di wilayah tertentu masih menggunakan perahu tradisional atau dengan cara-cara konvensional.

Peristiwa pembajakan jadul yang terkenal & dicatat dalam sejarah adalah saat kapal Julius Caesar diserang kapal lain. Si penyerang yang mengetahui Julis Caesar muda adalah anak orang kaya, meminta tebusan 20 ‘talents’ untuk pembebasannya.

Kata “pirate” memiliki akar kata dari bahasa Latin “pirata” berdasarkan mana arti frasa “sea robber” berasal. Kata “pirate” juga memiliki akar kata dari bahasa Yunani “peirates” yang artinya “attacker” atau “marauder” sebagai kata benda, yang berasal dari kata kerja “peiran” yang berarti “attempt” atatu “attack”.

Dengan demikian, secara etimologi kata “pirate” berarti seseorang yang melakukan upaya penyerangan atau menyerang seseorang.

Dari kaca mata hukum internasional, seorang pembajak dapat ditangkap, diadili dan dihukum oleh banyak negara atas dasar bahwa pembajak adalah musuh semua umat manusia atau dalam bahasa Latin dikenal dengan istilah “Hostis Humanis Generis”.

“Piracy” pernah memiliki periode keemasan, yaitu antara tahun 1670an s/d 1725 dan memunculkan berbagai sebutan untuk bajak laut, misalnya, yang sudah cukup familiar adalah privateers, buccaneers, dan corsair dengan pengertiannya masing-masing.

“Privateers” adalah bajak laut yang dilegalkan & diberikan wewenang oleh pemerintah negara si bajak laut untuk menyerang dan menjarah kapal lain dari negara musuh. Mereka diberikan dokumen “Letter of Marque” yang diterbitkan oleh pemerintah. Berdasarkan dokumen ini “privateers” diberikan wewenang untuk menyerang dan merampas kapal milik negara musuh yang disebut di dalam “Letter of Marque”. Kapal dan muatan yang dirampas tersebut disebut “prize” dan kemudian dibagi-bagikan antara pemerintah, investor (jika ada) dan “privateers”. Francis Drake adalah salah satu legenda “privateer” dari Inggris.

“Buccaneers” atau “Bucanero”, adalah sebutan untuk pembajak yang beroperasi hanya untuk menyerang kapal-kapal berbendera Spanyol di Laut Karibia. Selain membatasi serangan terhadap kapal-kapal Spanyol, ciri khas “Buccaneers” lainnya adalah mereka tidak kembali ke Eropa setelah melakukan pembajakan karena homebase mereka umumnya di kepulauan Karibia.

“Corsair” atau “Corsario”, adalah sebutan untuk “French Privateers” yang aktif di sebelah selatan Laut Mediterania dan bekerja untuk Raja Perancis sejak Abad Pertengahan. “Corsairs” menyerang kapal-kapal dari negara musuh untuk mendapatkan kompensasi atas kesulitan ekonomi yang diderita selama perang. Tapi ada juga yang menulis “Corsairs” tidak berafiliasi dengan negara Perancis, seperti misalnya yang cukup terkenal, “The Barbary Corsair”, pembajak yang beroperasi di negara-negara Aljazair, Tunisia, Tripoli dan Maroko, atau “Maltese Corsair” yang beroperasi di Kepulauan Malta.

"Letter of Marque" yang pernah digunakan oleh bajak laut (privateer) jaman dulu masih tercantum di dalam Konstitusi AS, Pasal 8.

"The Congress shall have Power...to declare War, grant Letters of Marque and Reprisal, and make Rules concerning Captures on Land and Water..."

Berita tertua tentang pelayaran di Asia Tenggara yang menulis adanya bajak laut adalah berita dari Faxian (Fa-Hsien) yang dalam perjalanan pulang dari India ke Negeri Cina (413-414):

"...laut (Asia Tenggara) penuh dengan bajak laut, barang siapa bertemu dengan mereka akan menemui ajalnya"


(Dirangkum dari berbagai sumber)


(Gambar courtesy to https://acontrarioicl.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar