Selasa, 17 Mei 2016

INCOTERMS dan Asuransi Pengangkutan Barang


Pemberitaan yang sedang hangat di media terkait dengan transaksi ekspor beberapa hari ini adalah aturan mengenai kewajiban penggunaan skema CIF untuk barang yang diekspor dari Indonesia.

Terhitung sejak tanggal 1 Maret 2014, eksportir di Indonesia wajib mencatatkan transaksi ekspor dalam bentuk Cost, Insurance and Freight seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 41 Tahun 2014.

Sayangnya, sampai dengan tulisan ini dibuat dan penulis mengakses situs resmi milik pemerintah (www.kemenkeu.go.id) pada tanggal 3 Maret 2014 jam 12.00 WIB, beleid tersebut belum dapat diunduh secara bebas.

Tulisan singkat ini tidak akan membahas CIF dari sudut pandang ekonomi tetapi Penulis mencoba untuk memberikan sedikit penjelasan mengenai kaitan Incoterms, khususnya skema CIF, dengan salah satu bidang asuransi, yaitu marine cargo insurance.

Berdasarkan situs resmi International Chamber of Commerce (ICC), atau semacam Kadin Dunia, Incoterms pertama kali diciptakan pada tahun 1936 dengan maksud:

“…providing a set of international rules for the interpretation of the most commonly used trade terms in foreign trade”

Incoterms pertama kali diciptakan oleh ICC pada tahun 1921 yang selanjutnya dikembangkan enam aturan pertama dalam Incoterms oleh Trade Terms Committee atau sebuah komite yang berhubungan dengan terminologi perdagangan, pada tahun 1923. Ke-enam aturan tersebut adalah: FOB, FAS, FOT, FOR, CIF dan C&F.

Kemudian, pada tahun 1936 di Paris, ICC menerbitkan seperangkat aturan internasional yang terkait dengan delivery yang disebut dengan International Commerce Terms (Incoterms) meliputi 11 terminologi. Dikenal juga dengan Delivery Clause karena aturan-aturan tersebut mendefinisikan kewajiban penjual dan pembeli lebih baik dan lengkap daripada sebelumnya sehingga dapat diterima oleh kebanyakan pengusaha.

Pembahasan revisi Incoterms sempat terhenti sampai dengan tahun 1950 karena ekses Perang Dunia Ke-2 sampai akhirnya dikembangkan lagi Incoterms versi 1953. Pada tahun 1967, Incoterms ditambahkan dengan DAF (Delivery At Frontier) dan DDP (Delivered Duty Paid). Sejak saat ini, ICC secara aktif mengumumkan interpretasi mereka atas terminologi jual beli internasional. 



Pada tahun 1968, ICC mengidentifikasikan Incoterms 1953 sebagai “an instrument of special importance with regards to the harmonization and unification of the law of the international sale of goods”. Incoterms terus mengalami perubahan penting pada tahun 1990, 2000 dan terakhir versi 2010 yang dirilis pada pertengahan September 2010 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2011.

Incoterms hanya relevan dengan kontrak jual beli dan tidak untuk kontrak pengangkutan atau kontrak asuransi, namun demikian kesepakatan antara pihak-pihak yang menggunakan Incoterms memang akan mempengaruhi kontrak-kontrak lainnya.

Misalnya, jika kedua belah pihak sepakat untuk menggunakan CIF atau CFR dalam kontrak jual beli mereka, maka pihak penjual ‘dipaksa’ untuk mengurus pengangkutan barang menggunakan moda kapal laut. Pada akhirnya nanti pihak pembeli yang akan mengambil barang harus menyerahkan bill of lading yang dia terima dari penjual kepada pihak pelayaran.

Banyak rujukan resmi terkait Incoterms menuliskan CIF contract atau FOB contract meski menurut penulis sebenarnya Incoterms bukanlah sebuah kontrak karena kontraknya sendiri merujuk ke sales contract yang sudah ada dengan menyebutkan skema CIF atau FOB atau skema lainnya sesuai dengan kesepakatan pihak penjual dan pembeli. Sejatinya Incoterms hanya terbatas mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak jual beli terkait dengan pengiriman barang tersebut.

Bagaimana kemudian melihat hubungan antara CIF dengan marine cargo insurance?

Menurut Incoterms® 2010, cakupan tanggung jawab pihak penjual dan pembeli CIF dijelaskan sebagai berikut:

“…the seller delivers the goods on board the vessel or procures the goods already so delivered. The risk of loss of or damage to the goods passes when the goods are on board the vessel. The seller must contract for and pay the costs and freight necessary to bring the goods to the named port of destination” 

Oleh karenanya, berdasarkan CIF, pihak penjual selain berkewajiban untuk menyiapkan shipping documents, ia juga diharuskan menyiapkan jaminan polis sehubungan dengan pengiriman barang, dan menyerahkan polis kepada pihak pembeli.

Jaminan polis seperti dimaksud Incoterms tentu saja adalah polis yang memberikan proteksi terhadap barang dalam perjalanan atau pengiriman, dan polis yang tersedia di pasar asuransi untuk goods in transit’ adalah marine cargo policy.

Di antara beberapa poin penting dari kondisi CIF adalah, polis yang diupayakan oleh penjual hanya boleh memproteksi barang sesuai dengan yang dideskripsikan di dalam kontrak jual beli. Jika pembeli mendapatkan polis dari penjual yang ternyata juga menjamin barang milik pihak lain maka penjual dianggap telah melakukan pelanggaran atau ‘breach’.

Selain itu, salah satu prinsip asuransi mengharuskan adanya hubungan kepentingan antara pihak yang mengajukan klaim dengan obyek pertanggungan atau yang disebut dengan insurable interest. Baik Marine Insurance Act 1906 dan polis Institute Cargo Clauses menyatakan bahwa tertanggung harus memiliki kepentingan ‘at the time of the loss’. Oleh karenanya menjadi penting untuk diketahui sejauh mana hubungan antara penjual dan pembeli dengan barang.

Dalam kontrak jual beli, dapat muncul 3 situasi dimana terjadi

• ‘passing of risk’ atau ‘transfer of risk’
• ‘passing of title or ownership’
• ‘passing of property’

Harus digarisbawahi bahwa Incoterms menekankan pada poin mengenai ‘passing of risk’ daripada ‘passing of title’ atau ‘passing of property’, sementara dalam kontrak jual beli, ‘title’ atau ‘ownership’ dari barang dapat saja tidak berada pada pihak yang menanggung risiko kerusakan barang.


Hal inilah yang sering menyulitkan untuk menentukan siapa yang memiliki kepentingan terhadap barang.

Menurut K.S. Vishwanath, seorang praktisi marine insurance, yang menulis buku "Insuring Cargoes, a practical guide to the law and practice", berpendapat bahwa:

“It is usually the party who bears the risk, rather than the title, property or ownership, that has an insurable interest”



Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha untuk memahami terlebih dahulu aturan-aturan yang dituangkan dalam Incoterms sebelum menggunakannya ke dalam kontrak jual beli agar dapat menyesuaikan dengan proteksi asuransi yang dibutuhkan.




(Dirangkum dari berbagai sumber)



(Gambar courtesy to www.thelegalpartners.com)





1 komentar: