Minggu, 29 Januari 2017

Sengketa Asuransi: Pengadilan atau Arbitrase?

Kegiatan bisnis selalu menimbulkan potensi sengketa (dispute) antara para pihak yang terlibat, termasuk di bisnis asuransi.

Jika terjadi dispute, para pihak secepat mungkin ingin mendapatkan penyelesaian masalahnya karena keterlambatan berarti gangguan pada kelangsungan bisnisnya, minimal nama baik perusahaan akan terdampak.

Penyelesaian sengketa melalui proses litigasi terbukti memakan waktu lama, relatif memakan biaya & dengan persidangan yang terbuka maka berpotensi menjadi sorotan publik.

Alternatifnya adalah melalui forum arbitrase, yang dapat berupa:
  1. Kausula yang tercantum dalam perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa
  2. Dibuat suatu perjanjian Arbitrase tersendiri oleh para pihak setelah timbul sengketa.


Klausula arbitrase ini adalah ruhnya forum arbitrase itu sendiri karena klausula inilah yang akan menentukan apakah suatu sengketa dapat diterima untuk diselesaikan melalui forum arbitrase atau tidak.

Sesuai ketentuan Pasal 2, 3 dan 11 UU No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa dengan adanya perjanjian arbitrase, tempat pilihan penyelesaian sengketa yang berwenang atau berkompeten untuk menyelesaikan suatu sengketa adalah lembaga arbitrase. Dengan kalimat lain, kompetensi absolut arbitrase ditentukan oleh klausula atau perjanjian arbitrase.

Ini artinya, jika di dalan perjanjian pertanggungan atau polis asuransi dilekatkan klausula arbitrase maka para pihak yaitu penanggung dan tertanggung sudah sepakat bahwa jika terjadi suatu sengketa dikemudian hari, maka sengketa tersebut akan diselesaikan melalui arbitrase, apabila penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai.

Dikaitkan dengan sengketa asuransi, jika kontrak polis dilekatkan dengan klausula arbitrase maka pengadilan tidak memiliki kompetensi untuk mengadili sengketa klaim asuransi karena klausula arbitrase merupakan salah satu kesepakatan para pihak yang dituangkan ke dalam perjanjian & mengikat bagi pihak2 yang berkontrak sesuai asas pacta sund servanda.

Di yurisdiksi Indonesia, kebetulan sudah ada putusan pengadilan yang mengimplementasikan UU Arbitrase dalam bidang asuransi, misalnya putusan PN Jakarta Utara No 186/Pdt.G/2007/PN.JKT.UT mengenai sengketa yang timbul dari sengketa polis BI (Business Interruption) yang diterbitkan oleh PT. ASURANSI JAYA PROTEKSI (JAPRO).

Menurut Hakim di persidangan, penyelesaian sengketa harus ditempuh melalui lembaga arbitrase dengan pertimbangan terdapatnya klausula arbitrase di dalam polis.

Tapi sebelum muncul sengketa polis BI JAPRO, sudah ada kasus lain dengan putusan yang berbeda, yaitu sengketa dari polis Property All Risks yang diterbitkan oleh PT. ASURANSI HANJIN KORINDO dimana PN Jakarta Selatan tetap menerima untuk menyelesaikan sengketa dengan Putusan No 490/Pdt.G/2002/PN.JAK.SEL.

Padahal, di kedua polis, baik yang diterbitkan oleh JAPRO dan HANJIN terdapat Klausula Arbitrase yang sama.

Di sinilah kita melihat belum konsistennya sesama korps penegak hukum di negara kita, yang berdampak pada ketidakpastian hukum & ujung-ujungnya dapat berpotensi merugikan pelaku asuransi atau konsumen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar