Sepintas "Hague Rules 1924"
"Hague Rules" yang diadopsi di Brussel tahun 1924, adalah skema
untuk penyeragaman bill of lading yang meniru kompromi pembagian risiko antara
pengangkut dan pemilik barang dalam "Harter Act" yang diberlakukan di
Amerika Serikat.
Disebut "Hague Rules" karena proyek penyusunan aturan ini dimulai
saat pertemuan International Law Association (ILA) di kota Hague, Belanda,
tahun 1921. Hasil dari pertemuan di Hague ini kemudian diadopsi oleh
perwakilan-perwakilan diplomatik dalam sebuah konvensi di Brussel tahun 1924.
Sepintas "Hague-Visby Rules 1968"
Setelah itu ada "Hague-Visby Rules yang sederhananya adalah "Hague
Rules" dengan sedikit perubahan yang dibuat berdasarkan kepentingan
mengkoreksi beberapa kesulitan yang ditemui sejak diberlakukan 44 tahun
sebelumnya.
"Hague-Visby Rules 1968" berisi amandemen atas "Hague
Rules" yang diadopsi dalam "Protocol to Amend the International for
the Unification of Certain Rules of Law Relating to Bills of Lading". Baik "Hague Rules" atau "Hague-Visby Rules", keduanya
membebankan kewajiban bagi carrier di laut menurut kontrak pengangkutan yang
diatur dalam bill of lading.
Kewajiban prinsip carrier adalah "exercise due diligence to provide
seaworthy ship" (Art. III Rule 1) dan menjaga muatan (Art. III Rule 2).
Kewajiban menjaga muatan secara tersurat tunduk pada daftar pengecualian
terhadap tanggung jawab atas kerugian dan kerusakan barang yang timbul dari
keadaan yang terdapat dalam Article 4.2.
Carrier juga harus menunjukkan bahwa mereka telah memenuhi tanggung jawab
utamanya mengenai "seaworthiness" dari kapal sesuai Article III Rule
1 sebelum mereka dapat menggunakan pengecualian dalam Article 4.2.
Ketentuan-ketentuan dalam Article 4.2 umumnya merefleksikan pengecualian yang
terdapat dalam kontrak pelayaran dan "regime liability" lainnya yang
berlaku pada saat "Hague Rules" diadopsi.
Pengecualian di Article 4.2
sendiri adalah bawaan dari "Hague Rules" dan tidak berubah di dalam
"Hague-Visby Rules".
Sepintas "Hamburg Rules 1978"
"Hamburg Rules" adalah seperangkat aturan internasional dalam hal
pengiriman barang lewat laut, yang dihasilkan dari "United Nations
International Convention on the Carriage of Goods by Sea" yang diadopsi
tahun 1978 di Hamburg.
"Hamburg Rules" sebagian besar disusun sebagai jawaban atas
perhatian dari negara2 berkembang yang menilai "Hague Rules" tidak
fair dalam beberapa aspek. Perhatian ini didasarkan fakta yang mereka lihat
bahwa "Hague Rules" disusun oleh negara2 maritim kolonial dan untuk
keperluan mengamankan dan mengembangkan kepentingan mereka dengan mengorbankan
negara lain.
Menurut "Hamburg Rules", pihak carrier harus bertanggung jawab
atas kerusakan atau kerugian dari barang kecuali carrier dapat membuktikan
bahwa mereka telah mengambil langkah2 wajar untuk mencegah kerugian.
Sepintas "Rotterdam Rules 2009"
Aturan ini masih relatif baru yang diadopsi pada tanggal 11 Desember 2008
dari "Convention of Contracts for the International Carrying of Goods
Wholly or Partly by Sea" dalam Sidang Umum PBB dan mengesahkan upacara
penandatanganan Konvensi pada tanggal 20 s/d 23 September 2009, di Rotterdam,
Belanda.
"Rotterdam Rules" diadopsi oleh "United Nations Commission on
International Trade Law" (UNCITRAL) diharapkan akan menggantikan
"regime liability" yang masih eksis, yaitu "Hague (Visby)
Rules" dan "Hamburg Rules".
Sebanyak 24 negara termasuk Amerika Serikat & negara-negara terkemuka di Eropa
semisal Belanda, Denmark, Perancis, Spanyol dan Swiss sudah menandatangani
"Rotterdam Rules".
Para pemilik kapal meyakini bahwa aturan baru ini akan menimplementasikan
keseragaman "cargo liability" secara global, memfasilitasi
"e-commerce" yang menggunakan dokumen elektronik, merefleksikan
pelayanan terkini "door to door" yang melibatkan moda angkutan lain
selain laut.
Baik "Hamburg Rules" atau "Rotterdam Rules" memiliki
tujuan yang sama, yaitu mengubah sistem "Hague (Visby) Rules" dan
lebih mengedepankan kepastian hukum.
Meski secara umum filosofi pokok di balik "Hague (Visby) Rules",
"Hamburg Rules" atau "Rotterdam Rules" adalah sebagai
proteksi terhadap pemilik barang, dengan memberikannya hak2 yang bercokol pada
hubungannya dengan pemilik kapal, tapi opini umum yang diterima adalah
"Hague (Visby) Rules" lebih berpihak kepada kepentingan pemilik
kapal.
Sebaliknya, dibandingkan dengan "Hague (Visby) Rules, tanggung jawab
carrier berdasarkan "Hamburg Rules" dan "Rotterdam Rules"
memang lebih menguntungkan shipper.
Ini misalnya bisa kita lihat dari periode tanggung jawab pemilik kapal,
yaitu sejak barang diterima untuk dibawa dan diserahkan, "from door to
door" tidak lagi "from tackle to tackle" apalagi "from port
to port".
Terkait defence yang tersedia bagi carrier dalam "Rotterdam Rules"
juga telah dilemahkan secara nyata dengan penghapusan "nautical
fault", yang menjadikan carrier bertanggung jawab atas kerusakan karena
"error in navigation".
Lainnya adalah pembatasan tanggung jawab carrier berdasarkan "Rotterdam
Rules" yang senilai SDR 875 per package atau SDR 3 lebih besar dari
"Hamburg Rules" yaitu sebesar SDR 835 per package atau SDR 2.5 per
kilogram.
Apakah Proteksi "Marine Insurance" Masih Diperlukan?
Dengan semakin berkembangnya "cargo regime liability" ke arah yang
lebih fair, apakah proteksi marine insurance masih diperlukan?
Pemilik barang yang membeli proteksi asuransi cargo, jika mengalami kerugian
selama barang dalam custody pihak carrier dapat mengajukan klaim ke perusahaan
asuransi.
Sementara klaimnya diproses, sesuai persyaratan polis, si pemilik barang
diwajibkan menggunakan hak tuntutnya ke pihak yang dianggap bertanggung jawab,
dalam hal ini carrier & mengalihkan hak tuntutnya (subrogasi) ke perusahaan
asuransi sebelum dilakukan pembayaran klaim.
Pemilik barang sebenarnya dapat memilih apakah mendapatkan ganti rugi dari
asuransi atau dari carrier.
Di sinilah pemilik barang harus jeli dalam menakar & memutuskan mana
upaya yang lebih efektif & menguntungkan dirinya.
Jika ia harus menuntut pihak carrier, upaya yang haris ditempuh tidak mudah
karena menyangkut aspek hukum yang cukup kompleks.
Dalam konteks "Hamburg (Visby) Rules" atau "Hamburg
Rules" setidaknya beberapa isu di bawah ini harus dipelajari untuk memastikan
posisi shipper terhadap carrier.
- Rezim yang berlaku, di dalamnya termasuk jenis kontrak (dokumen & pelayaran), periode
jaminan, jenis barang & identitas Pengangkut
- Kewajiban Pengangkut
- Hak dan Kekebalan - Klausula Pengecualian
- Batas Waktu & Pembatasan Tanggung Jawab
Bandingkan jika membeli proteksi asuransi, pemilik barang memang tidak akan
mendapatkan ganti rugi penuh karena ada faktor pengurang nilai ganti rugi yang
sudah umum disepakati di dalam polis. Tapi setelah mendapatkan ganti rugi asuransi, pemilik barang tidak perlu
repot & buang waktu membaca & menafsirkan aturan2 yang cukup kompleks
dari segi hukum.
Seperti sudah disinggung di atas, jika carrier dapat membuktikan bahwa
mereka sudah menyediakan kapal yang "seaworthy" maka carrier dapat
menggunakan kekebalan yang diberikan di kontrak pengangkutan.
Belum lagi ada pembatasan waktu pelaporan sejak serah terima barang, jika
misal pemilik barang dapat membuktikan carrier bersalah pun, carrier masih
dapat melimit tanggung jawabnya.
Bagaimana dengan "Rotterdam Rules"?
Secara garis besar prinsipnya sama, karena "Rotterdam Rules" juga
berisi daftar kejadian atau situasi yang tipikal dengan "Hague (Visby)
Rules" yang dapat membebaskan carrier dari tanggung jawabnya, misalnya:
- Act of God
- Perils of the sea
- War
- Hostilities
- Piracy
- Fire
- etc.
Karenanya, kompensasi dari carrier tidak selalu jelas.
Jadi, biarkan lawyer atau recovery agent yang ditunjuk asuransi yang
melakukan tuntutan ke carrier atas nama perusahaan asuransi dengan cara membeli
proteksi asuransi.
(Dirangkum dari berbagai sumber)
(Gambar courtesy to www.lexisnexis.com)