Peristiwa (hampir) kolapsnya perusahaan pelayaran Korea minggu lalu, Hanjin Shipping, cukup mengejutkan dunia shipping & industri terkait lainnya.
Betapa tidak, Hanjin Shipping adalah perusahaan pelayaran terbesar di Korea, bagian dari Hanjin Group, yang juga memiliki Korean Air Lines Co., perusahaan cargo airline terbesar ketiga dunia. Dengan market share sebesar 2.9%, Hanjin Shipping merupakan perusahaan pelayaran terbesar ke-7 di dunia.
Jika benar dinyatakan bangkrut, yang kemungkinan besar tinggal menunggu ketuk palu, maka akan terjadi kerumitan yang luar biasa. Yang mudah diprediksi adalah:
- Banyak pihak-pihak akan berebut aset berharga Hanjin Shipping karena merasa paling berhak.
- Kapal-kapal milik Hanjin yang terlanjur ada atau sedang bersandar di pelabuhan akan ditahan oleh otorita setempat atas permintaan kreditor.
- Kapal-kapal yang akan masuk pelabuhan kemungkinan besar ditolak oleh otorita & operator penyedia jasa pelabuhan.
- Praktis akan banyak cargo seolah-olah menjadi "tak bertuan" kecuali segera dilakukan tindakan oleh Shipper.
Khusus butir (2) dan (3) sudah terjadi beberapa hari ini.
Sampai dengan Senin, 5 September 2016, 79 unit kapal milik Hanjin termasuk 61 kapal kontainer & 18 kapal curah, telah ditolak masuk ke pelabuhan. Ini belum termasuk kapal MV "HANJIN ROME" yang ditahan di Singapura atas permintaan Kreditur.
Ada juga 3 kapal yang terkatung-katung di lepas pantai pelabuhan Los Angeles dan Long Beach California sejak Rabu kemarin. Satu kapal lainnya terkatung-katung di Port of Prince Rupert di British Columbia, Canada.
Sebagai catatan, Hanjin memiliki 141 unit kapal namun hanya 128 di antaranya yang dioperasikan.
Yang mengkhawatirkan dari MV "HANJIN ROME" adalah kapal ini sedang membawa 50 kontainer yang memuat komponen pembangkit nuklir yang sedang dalam tahap konstruksi di Uni Emirat Arab.
Menurut Korea International Trade Association (mungkin semacam Kadin Korea) kapal-kapal milik Hanjin sekarang ini mengangkut kurang lebih USD 14.5 milyar kepunyaan lebih dari 8.300 pemilik barang.
Karena kondisi keuangan Hanjin yang tidak menentu, banyak otorita pelabuhan dan operator jasa pelabuhan meminta uang tunai untuk mengerjakan kapal-kapal milik Hanjin.
Menurut konsultan Alphaliner, jika benar terjadi maka kebangkrutan Hanjin Shipping akan menjadi peristiwa terbesar yang pernah terjadi bagi sebuah perusahaan kontainer dengan kapasitas besar ini melebihi apa yang pernah menimpa United States Lines pada tahun 1986.
Kondisi keuangan perusahaan sendiri sebenarnya sudah dalam masalah karena kerugian operasional sebesar USD 580 juta sejak tahun 2010 sampai semester 2016. Indikasi lainnya adalah pada bulan Juni 2016 pihak Managemen/Pemilik kapal yang disewa oleh Hanjin Shipping menolak permohonan diskon harga sewa kapal sebesar 30%.
Lalu apa pengaruhnya terhadap dunia asuransi, khususnya marine insurance?
Barang-barang yang masih berada di kontainer yang dimuat di kapal milik Hanjin akan menjadi seolah-olah "tak bertuan" sampai batas waktu yang tidak bisa diprediksi jika tidak segera diurus oleh cargo interest.
Jika barang tersebut termasuk komoditas yang lifetimenya terbatas maka akan mengalami penurunan kualitas sebelum tiba di tujuan dan menjadi rusak karena sifat barangnya sendiri (inherent vice).
Selain itu, efek dari permasalahan keuangan pihak pelayaran juga dianggap tidak mencerminkan "fortuitous" yang menjadi unsur penting dalam asuransi karena dapat dipastikan kapal-kapal akan berhenti beroperasi dimana pun berada ketika Carrier mengalami default.
Ketiga isu yang disinggung di atas: "delay", "inherent vice" dan "insolvency or financial default of carrier" adalah situasi yang polis alergi terhadapnya karena disebut di dalam pengecualian umum.
Untuk memastikannya, silahkan cek kembali T&C polis marine cargo yang anda miliki atau diskusikan lebih lanjut kepada broker/konsultan anda, apakah kondisinya masih standar atau mungkin ada perluasan risiko terkait!
(Dirangkum dari berbagai sumber)
(pictures courtesy to www.worldmaritimenews.com)