Berita ini (kembali) terangkat ke permukaan pada bulan Juni 2016 oleh Ketua
Umum INSA versi RUA, Johnson W. Sutjipto.
(misalnya baca di http://m.bisnis.com/…/masuk-zona-rawan-perang-insa-minta-pe…)
Mengherankan? Tergantung siapa
yang menilai.
Untuk kepentingan pemerintah
sebagai negara yang akan menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim tentu
sangat merugikan. Apalagi pelabuhan Tanjung Priok sudah mengimplementasikan
ISPS (International Ship and Port Facility Security) Code sejak awal bulan Juni
2004.
Tapi mungkin bagi sebagian pihak
yang sering melakukan aktivitas di pelabuhan Tanjung Priok tidak merasa kaget
atau heran.
Di areal pelabuhan yang
seharusnya terbatas, kita bisa dengan mudah menjumpai pedagang, entah di darat
atau di perahu kelotok yang hilir mudik dari satu kapal ke kapal lain yang
sedang lego jangkar.
Di areal pelabuhan pun terdapat
fasilitas militer milik TNI AL dan pergudangan milik TNI AD, yang tentu saja
memunculkan risiko, meledak misalnya.
Lalu dari mana kita tahu
Pelabuhan di Jakarta masuk kategori risiko “war”?
Praktisi asuransi marine
seharusnya sudah familiar dengan sebuah komite di London yang berkaitan dengan
akseptasi marine insurance, khususnya risiko “war or alike”, yaitu Joint War
Committee.
Joint War Committee (JWC) terdiri
atas perwakilan underwriters dari Lloyd’s Market Association (LMA) dan
perusahaan di IUA (International Underwriting Association), yang berkepentingan
mengaksep risiko khusus marine, yaitu “war or alike” di pasar London.
JWC mencari/mendapatkan masukan
dari penasihat keamanan independen dan setiap kuartal anggotanya duduk bersama
mendiskusikan isu2 seputar keamanan maritim.
Salah satu hasilnya adalah
menerbitkan daftar wilayah/lokasi yang dianggap mengalami peningkatan risiko
(The World of Perceived Enhanced Risks) yang ditujukan untuk pihak2 yang
mengaksep risiko “war or alike” dan/atau merevisi daftar yang sudah diterbitkan
(JWLA: Joint War Listed Area).
Jika suatu area termasuk dalam
JWLA maka pemilik kapal harus mendapatkan persetujuan dari underwriters sebelum
kapalnya masuk ke area tersebut.
Underwriters dapat mengubah
T&C sebelum memberikan ijin untuk kapal yang akan masuk area tersebut,
biasanya dengan menambahkan premi atau menolak sama sekali.
JWLA022 versi terkini tanggal 10
Desember 2015 yang diterbitkan oleh JWC, bahwa salah satu lokasi atau area yang
dianggap tidak aman adalah “Port of Jakarta”.
Sampai kapan status “Port of
Jakarta” akan menjadi pelabuhan yang tidak aman? Setidaknya untuk kepentingan
perdagangan melalui laut.
Jawabannya tergantung kemauan
& keseriusan para pemangku kepentingan di negara ini.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar