Buat yang tidak paham dengan istilah-istilah di dalam hukum asuransi, khususnya hukum asuransi laut, ada salah satu terminologi yang punya efek sangat kejam (harsh/severe) jika dilanggar, yaitu "warranty".
Dalam terminologi bahasa Indonesia, padanan kata yang cocok untuk "warranty" dalam hukum asuransi mungkin adalah janji, tapi konsep "warranty" ini berbeda dengan konsep "warranty" yang umum kita temui di hukum jual beli.
Secara sederhana "warranty" dalam hukum asuransi laut dapat diartikan sebagai janji tertanggung untuk:
1. Melaksanakan suatu hal; atau
2. Tidak melaksanakan suatu hal
Sebagaimana dinyatakan oleh Thomas LJ dalam kasus "Toomey v. Vitalicio" bahwa "breach of warranty" memberikan efek "draconian" yaitu asuransi dibebaskan dari tanggung jawab meski klaim yang diajukan tidak berhubungan dengan hal yang diperjanjikan dalam "warranty".
"Draconian" sendiri diartikan sebagai "very severe or cruel" atau "great severity".
Istilah "Draconian" ini berawal dari tokoh hukum di jaman Yunani Kuno, Draco yang pernah memberlakukan hukum yang terkenal kejam pada masanya, yang digambarkan penulisan aturannya menggunakan darah bukan dengan tinta. Misalnya hukuman mati dikenakan terhadap semua pelaku kriminal tanpa kecuali.
Efek kekejaman Draco ini di bidang hukum masih digunakan dalam kemasan istilah sebagaimana telah dijelaskan di atas & masih dipraktekan di pengadilan-pengadilan komersial di Inggris.
Bagaimana kejamnya efek pelanggaran "warranty" misalnya dapat kita lihat dari kasus "De Hahn v. Hartley (1786)" yang dinyatakan oleh hakim:
“A warranty in a policy of insurance is a condition or a contingency, and unless that be performed, there is no contract. It is perfectly immaterial for what purpose a warranty is introduced; but, being inserted, the contract does not exist unless it be literally complied with"
Atau menurut pendapat pakar hukum asuransi yang juga seorang hakim di Inggris, Sir Joseph Arnould:
“No cause, however sufficient; no motive however good, no necessity, however irresistible, will excuse non-compliance with a warranty”
Di Eropa, konsep "warranty" dalam hukum asuransi laut ini banyak dikritisi oleh ahli hukum, baik oleh orang Inggris sendiri atau dari luar Inggris, misalnya oleh salah satu anggota Komisi Hukum Inggris:
“The current law on warranties has been called archaic, blunt and unfair. It is out of date…” (David Hertzell, Law Commissioner)
Berdasarkan pengalaman penulis, di Indonesia, penolakan2 klaim atas dasar "breach of warranty" ini tidak selalu mulus & hampir pasti menimbulkan pertanyaan & ketidakpuasan dari tertanggung, apalagi jika pelanggaran tersebut tidak ada kaitannya dengan klaim yang sedang diajukan.
Sedemikian "kejamnya" efek pelanggaran "warranty", seorang profesor hukum, John Hare, menyamakannya sebagai racun dalam kalimat sinis berikut:
“Let us consign the toxic English warranty to the obscurity of history where it belongs…”
Setelah mendapat sorotan setidaknya sejak tahun 1979 dari Komisi Hukum di Inggris, perkembangan menggembirakan patut disambut dengan disetujuinya UU yang baru di Inggris, "The Insurance Act 2015", yang telah diberlakukan sejak tanggal 12 Agustus 2016 yang lalu & salah satu konsep yang direformasi adalah "warranty".
Singkatnya, jika terjadi klaim & pada saat yang sama terjadi "breach of warranty" oleh tertanggung, maka penanggung tidak lagi bisa menjadikan "breach of warranty" sebagai defence untuk menolak klaim jika "warranty" yang dilanggar tersebut tidak ada hubungannya dengan klaim yang sedang diajukan.
(Diolah dari berbagai sumber)