Sabtu, 04 Juni 2016

"Deck Cargo" Adalah Penyimpangan

Definisi & Pengertian

Tidak banyak kita temukan rujukan yang mendefinisikan "deck cargo" atau "on deck cargo" atau “deck cargo carriage”.

Definisi menurut kamus umum bisa kita baca dari salah satu kamus online “Collins Dictionary”, yaitu:

"Deck Cargo: (Noun) (nautical) cargo that is carried on the deck of a ship"

(http://www.collinsdictionary.com/dictionary/english/deck-cargo)

Rujukan praktis bisa kita kutip dari "Merchant Shipping (Safety) (Load Lines) (Deck Cargo) Regulations" yang diterbitkan oleh otorita pelayaran Hong Kong, yaitu:

"Deck cargo means cargo carried in any uncovered space on the deck on the ship"

(http://www.legislation.gov.hk)

Dari definisi praktis, jika ada "uncovered space" di kapal berarti ada juga "covered space" atau "under deck stowage".

Lalu kapan barang disebut sebagai “deck cargo”?

Literatur akademis yang menyinggung masalah “deck cargo” umumnya menulis bahwa barang dianggap sebagai "on deck cargo" sejak saat penempatannya di atas palka dan selama faktanya memang berada di atas palka.


Aspek Sejarah

Menurut Prof. William Tetley, sejak jaman dulu memuat barang di bawah dek kapal "under deck stowage" sudah menjadi aturan umum, bahkan sebelum "The Hague Rules" dibuat.

Hal ini dapat dilihat di Statue of Marseilles tahun 1253 yang menyatakan bahwa memuat barang dagangan di atas dek dianggap sebagai melanggar hukum meskipun dengan persetujuan dan pihak yang melakukan hal tersebut harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul.

Isu "on deck cargo" menjadi demikian penting ketika penggunaan bill of lading dalam praktek pengangkutan barang melalui laut sudah menjadi formalitas. Misalnya pada tahun 1838, ketika Mr. Justice Story dalam kasus "Varnard v. Hudson" menyatakan bahwa:

"Where the goods are shipped under common bill of lading, it is presumed that they are shipped to be put under deck, as the ordinary mode of stowing cargo"

Kasus lain yang memperlihatkan pentingnya hubungan antara bill of lading dengan "on deck cargo" adalah "Armour v. Walford and The Peter Helms" dimana dinyatakan bahwa:

"A bill of lading containing a general clause permitting deck carriage but no statement of deck carriage (on the face of bill of lading) is not a clean bill of lading"

Penyimpanan barang "on deck" dapat menimbulkan implikasi tidak hanya di bidang shipping, terutama yang terkait dengan contract of carriage, tetapi juga berimplikasi terhadap proteksi asuransi "on goods" dan "liability" serta dalam bidang perdagangan yang menggunakan skema L/C.


Mengapa "Under Deck Stowage"

Membawa barang yang dimuat di atas palka dalam pelayaran dianggap berisiko karena barang terekspos bahaya lebih besar daripada barang yang dimuat di bawah/dalam palka.

Tapi barang2 tertentu dapat juga dimuat di palka, misal karena sifatnya yang "weatherproof" atau batubara dan kayu. Atau barang2 yang termasuk kategori "dangerous goods" untuk keamanan pelayaran memang harus dimuat di atas palka.


"On Deck Cargo" dan "Bill of Lading"

Mayoritas bill of lading mengadopsi “Hague (Visby) Rules” yang di dalamnya terdapat aturan yang memberikan penjelasan mengenai cakupan apa saja yang termasuk dalam pengertian "goods", yaitu  termasuk "wares",  "merchandise" dan "articles of whatsoever" kecuali binatang dan yang menurut kontrak pengangkutan dinyatakan sebagai "carried on deck and is so carried".

Oleh karena itu, menurut H(V)R ada 2 situasi dimana barang tidak termasuk sebagai "goods", yaitu:

1. Harus disebut dalam dokumen pengangkutan bahwa barang dimuat “on deck” dan barang memang faktanya dimuat “on deck”.

Jadi, jika dokumen tidak menyatakan barang dimuat “on deck” tetapi faktanya barang dimuat “on deck” maka barang tersebut masuk kategori "goods"  menurut aturan H(V)R.

2. Alternatifnya, jika dokumen menyatakan bahwa barang dimuat “on deck” tetapi faktanya dimuat “under deck”, maka barang yang demikian termasuk kategori“goods” menurut aturan H(V)R.


Pengaruh "On Deck Cargo" Terhadap Proteksi Asuransi

Memuat barang "on deck" tanpa persetujuan pengirim atau "unauthorised deck cargo" dapat menyebabkan pelanggaran atas kontrak pengangkutan.

Karenanya, sebelum pemuatan "on deck", pengangkut harus yakin bahwa memuat barang dengan cara demikian aman, ada aturan yang berlaku umum atau ada undang-undang yang mengharuskan demikian, dan pengirim telah menyadari pemuatan tersebut.

Jika tidak, maka pengangkut dianggap melanggar kontrak pengangkutan dan jaminan P&I dapat berpengaruh.

Asuransi P&I juga mengecualikan tanggung jawab atas kerusakan "deck cargo" dimana fakta tersebut tidak dicatat dalam bill of lading.

Pengecualian juga berlaku jika barang tidak layak "on deck" meskipun dicatat dalam bill of lading.

Dalam kedua kasus, pengangkut dianggap membiarkan dirinya terekspose risiko yang tidak normal atau tidak layak.

Di ranah transportasi maritim, "deck carriage" adalah satu-satunya bentuk penyimpangan non-geografis dimana hakim di pengadilan Amerika Serikat menyatakan dapat menghilangkan hak pengangkut untuk melimit tanggung jawabnya.

Sementara di ranah marine insurance, opini yang sama dikemukakan oleh John Dunt, editor buku "Marine Cargo Insurance" dengan menganalogikan Pasal 44 MIA 1906 bahwa penempatan barang di tempat yang salah tidak seharusnya akan menyebabkan proteksi menjadi "off" karena bukan penempatan yang demikian yang dimaksud di awal saat barang diasuransikan.

Namun polis ICC (Institue Cargo Clause) sendiri tidak mengatur secara spesifik mengenai "on deck cargo". Petunjuk yang lebih umum namun cukup tegas terdapat di Pasal 17 "Rules for The Construction MIA 1906" yang menyatakan bahwa:

"In the absence of any usage to the contrary, deck cargo...must be insured specifically, and not under the general denomination of goods"

Jika ada pengajuan klaim marine cargo insurance namun berdasarkan fakta yang ada memenuhi kondisi "on deck cargo", maka hal tersebut akan menyulitkan tertanggung untuk mendapatkan ganti rugi berdasarkan polis.

Alternatifnya, tertanggung dapat menuntut pihak pengangkut atas kerusakan "on deck cargo" karena pelanggaran atas kontrak pengangkutan namun keberhasilannya akan sangat tergantung pada T&C lain yang diatur dalam kontrak pengangkutan.

Jadi, hati-hati dengan penyimpangan "deck cargo"!


(Dirangkum dari berbagai sumber)


(Picture courtesy to www.vesselfinder.com)


(Picture courtesy to www.global-mariner.com)

1 komentar:

  1. Bagi yang mampu berpikiran jernih setelah jadi BMI pasti sukses, pada dasarnya di perantauan cari modal dulu dan bekerja yg baik sampai kontrak finis, oh iya tidak lupa sy ucapkan terima kasih banyak kpd teman sy yg ada di singapura..! berkat postingan dia di halaman facebook TKI Sukses sy baca. sy bsa kenal nma nya Mbah Suro Guru spiritual PESUGIHAN ANKA GHAIB TOGEL 2D sampai 6D dan PESUGIHAN DANA GHAIB. . pikir-pikir kurang lebih 7 tahun kerja jd Tkw di Hongkong hanya jeritan batin dan tetes air mata ini selalu menharap tp tdk ada hasil sm sekali. Mana lagi dapat majikan galak. salah sedikit kena marah lagi . Tiap bulan dapat gaji hanya separoh saja . . itu pun tdk cukup biaya anak di kampung. Tp sy beranikan diri tlpon nmr beliau untuk minta bantuan nya. melalui PESUGIHAN DANA GHAIB Nya . syukur Alhamdulillah benar2 terbukti sekarang. terima kasih ya allah atas semua rejeki mu ini. Sy sudah bs pulang ke kmpung halaman buka usha skrg. jk tman minat ingin tlpn beliau . ini nmr nya +62 82354640471 & 082354640471 siapa tau anda bisa di bantu dan cocok sprti sy . aminn




    BalasHapus