Pada bulan Maret 2000 silam, salah satu perusahaan asuransi terbesar di Amerika Serikat, AETNA secara resmi meminta maaf atas keterlibatannya dalam praktek asuransi perbudakan 150 tahun yang lalu.
Dalam hal ini, praktek yang berlangsung di AS ketika itu adalah mengasuransikan hidup budak untuk kepentingan majikannya selama bekerja sebagai buruh di pabrik tembakau di New Orleans bagian selatan.
(Catatan: ada juga data lain yang menyatakan bahwa AETNA mengasuransikan budak sebagai ‘goods’ dalam pelayaran)
Tindakan meminta maaf ini bukan dilakukan tiba2 tapi karena sebelumnya, di tahun yang sama di California, diberlakukan “Slavery Era Insurance Policies Bill” atau UU yang mengharuskan perusahaan asuransi yang beroperasi di negara bagian tersebut untuk membuka arsip polis perbudakan mereka.
Karena bisnis 'marine insurance' berkembang pesat di Inggris, ada baiknya kita mengetahui sedikit sejarah yang terjadi di Inggris.
Pada mulanya, di daratan Eropa, asuransi atas jiwa manusia dilarang, kecuali di Inggris, karena alasan yang disebut oleh Geoffrey Clark, tidak berlakunya diktum Hukum Romawi yang menyatakan hidup seseorang tidak dapat dinilai atau “hominis liberi nulla estimatio”.
Menurut salah satu prinsip asuransi yang kemudian berkembang luas, “insurable interest”, seseorang dapat mengasuransikan jiwa orang lain selama mereka dapat membuktikan adanya hubungan finansial. Prinsip ini untuk mengatasi perjudian yang sering muncul dalam penutupan atau klaim asuransi.
Tetapi sebenarnya terdapat celah dari aturan yang berlaku di Eropa, yaitu Artikel 10 dari “Ordonnance de la Marine” yang disusun oleh Colbert, salah satu menterinya Raja Louis, pada tahun 1681:
“Insurance upon the life of persons other than slaves is forbidden (Défendons de faire assurance sur la vie des personnes)”
Oleh karenanya, perbudakan pernah erat hubungannya dengan & pernah jadi sisi kelam asuransi, terutama “marine cargo insurance” (asuransi pengangkutan barang) atau dikenal juga dengan istilah “goods in transit”.
Kenapa “marine cargo insurance”?
Karena pada masa kelam tersebut, budak pernah dianggap sebagai barang sehingga dipersamakan dengan muatan (cargo) di atas kapal.
Mengenai sisi kelam ini, ada satu kasus klaim yang terkenal hingga ke pengadilan di Inggris dengan budak sebagai obyek pertanggungan cargo di atas kapal.
Kasus ini terkenal dengan nama “Zong Massacre” (Gregson v. Gilbert).
Kapal “ZONG” milik James Gregson yang dinahkodai oleh Luke Collingwood berangkat dari pantai barat Afrika pada tanggal 6 September 1781 dengan membawa 442 (catatan lain menulis 420) budak menuju Karibia.
Pada saat kapal melintasi lautan yang pada periode tertentu minim angin di Laut Atlantik, atau dikenal dengan sebutan “Doldsdrum”, kapal terombang ambing & wabah penyakit menyebar di atas kapal, sehingga menewaskan 7 dari ABK serta 62 (catatan lain menulis 50) budak.
Seminggu berikutnya, Luke Collingwood memerintahkan untuk membuang/melempar 132 budak dan 10 budak berikutnya yang sakit dengan alasan untuk mencegah penyebaran penyakit. Catatan lain menyebut alasan Luke Collingwood karena terjadi “Act of Defiance”.
Luke Collingwood merasa, dengan melakukan pembuangan properti (budak) dari atas kapal untuk menyelamatkan pelayaran, dapat diganti oleh asuransi dengan apa yang disebut sebagai "jettison".
Setibanya di Jamaika, beberapa perusahaan jual beli budak di Liverpool yang diwakili oleh Gregson lalu mengajukan klaim ke asuransi namun ditolak & dibawa ke pengadilan oleh Gregson.
Awalnya klaim ini dimenangkan oleh Gregson di pengadilan rendah Jamaika pada tahun 1782, namun Gilbert naik banding ke pengadilan tinggi di Great Britain, dan menang.
Di Inggris, praktek perdagangan budak secara resmi dihentikan pada tahun 1807 oleh Parlemen, dengan ‘turning point' dari kasus “The Zong” meskipun tidak ada yang berubah dengan konsep hukum asuransinya.
Adapun kisah pengadilan kasus klaim asuransi budak yang dipimpin oleh Lord Mansfield diperagakan dalam film berjudul “Belle” yang dirilis di Inggris pada tanggal 13 Juni 2014.
(Dirangkum dari berbagai sumber)