Suatu ketika A (pemilik barang) datang ke B (pemilik kapal) untuk mengadakan perjanjian pengiriman barang.
Yang disepakati oleh keduanya adalah bahwa A akan membayar sejumlah uang tertentu kepada B sebagai ongkos angkut (freight), sedangkan B yang menerima freight dari A berjanji akan mengirim barang milik A dengan selamat sampai tujuan.
Dalam perjalanannya A kemudian menerima kabar dari B bahwa kapal yang membawa barang milik A mengalami musibah kandas dalam bentuk General Average Declaration & akan segera dilakukan penyelamatan.
Pada akhirnya upaya penyelamatan tersebut berhasil dilakukan, atas rekomendasi dari perusahaan asuransi tempat B membeli polis marine hull, maka A diminta untuk ikut kontribusi atau urunan biaya penyelamatan yang akan/telah dibayarkan oleh B.
Mendapatkan permintaan yang demikian, A meradang & merespon balik bahwa sesuai kesepakatan sebelumnya B berjanji akan mengirim barang milik A selamat sampai tujuan. Pada kenyataannya B gagal memenuhi janjinya, yang dari kaca mata awam A dianggap wanprestasi, kok B malah meminta A ikut kontribusi menanggung biaya penyelamatan?
Sebenarnya, B pun sempat bereaksi keras saat awal terima rekomendasi. Dari kaca mata awam B sebagai pengusaha, sudah pula sulit mendapatkan pelanggan untuk kelangsungan bisnisnya, namun begitu dapat pelanggan yang mau menggunakan jasanya tapi saat terjadi musibah kok malah diminta kontribusi?
Reaksi umum lainnya yang biasanya ditemui dalam contoh kasus di atas adalah bagi B, lebih baik bersikeras mendapatkan ganti rugi penuh dari perusahaan asuransi daripada kehilangan pelanggan gara2 diminta kontribusi.
Inilah salah satu alasan utama mengapa konsep "general average" banyak ditentang & ditantang untuk dihapuskan.
Untuk sementara ini, pendukung praktek general average dapat bernafas lega karena terselamatkan dengan digunakannya "Small GA Clause" atau "GA Absoprtion Clause".
Semoga bermanfaat.